Kamis, 29 Mei 2014

berita terbaru tentang freeport

Jakarta -Pasca dilarangnya ekspor barang tambang atau mineral mentah di Januari 2014 ini, PT Freeport Indonesia tidak bisa mengekspor konsentrat tembaga hasil tambang di Papua. 

Sampai saat ini, Freeport tidak mendapatkan izin ekspor dari pemerintah. Hasilnya, tempat penampungan hasil tambang Freeport penuh.

"Yang jelas penampungan kita sudah penuh," ujar Juru Bicara Freeport Indonesia Daisy Primayanti saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (28/5/2014).

Walau belum bisa mengekspor konsentrat tembaga dan penampungan stok sudah penuh, Freeport mengaku tetap melakukan aktivitas penambangan.

"Produksi masih terus dilakukan, produksinya mencapai 118.000 metrik ton per bulan, walau belum ekspor tapi kami ada 40% produksi dikirim ke smelter kita di Gresik (Jawa Timur)," tutupnya.

Sumber : detik.com

Aku menggugat Akhwat & Ikhwan - karya Fajar Agustanto

ini adalah salah satu novel yang membuatku merasa penasaran ingin tahu ending ceritanya, membuat diri ini terus membaca tanpa melihat waktu. Untuk bisa membaca novel setebal 171 halaman ini, temen2 tidak perlu mencari bukunya di toko2 buku, cukup download disini
inilah awal dalam novel tersebut, semoga kalian penasaran membacanya sama sepertiku dan mendownload novelnya. hehehehe


Panas terik matahari, bersinar. Terlihat bayang-bayang fatamorgana didepan
aspal yang aku lewati. Panas sekali. Angkot yang aku tumpangi pun, malaju dengan
kecepatan yang sedang. Bagaikan menikmati hawa panas yang menyengat kulit.
Apalagi aku, dengan jilbabku ini. Keringat sudah dari tadi mengalir deras ditubuhku.
Tetapi, karena aku memakai pakaian yang berlapis. Dengan jilbab yang mengurai
lebar dan besar. Sehingga mungkin keringatku tertahan. Dan tidak sampai membuatku
menjadi terlihat sebagai pepesan akhwat. Tetapi, tidak sedikit pula keringat yang
mengalir deras diwajahku. Beberapa kali orang melihatku. Mungkin, mereka berfikir
panas-panas kok pakai jilbab, besar pula. Tak seberapa lama, benar juga pikirku.
Seseorang ibu melihatku dengan penuh tanya.
Ibu itu mengatakan “Mbak, apa nggak gerah! Pakai jilbab yang besar seperti itu?”
Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ibu itu hanya terlihat dengan
senyumnya. Entahlah, senyuman apa yang diberikan ibu itu kepadaku. Mungkin
senyuman rasa kasihan, karena keringat diwajahku terus mengalir deras. Tapi aku tak
perduli.
Cuaca panas inilah yang menjadi pembenar. Untuk melanggar aturan-aturan
yang telah ditetapkan oleh sang Al Haq. Dengan berbagai alasan, banyak wanita yang
enggan atau tidak mau memakai jilbab. Sungguh ironis dalam sebuah agama terbesar
di Negara ini. Lucu sih, alasan tidak memakai jilbab karena cuaca dinegara ini yang
bersifat tropis. Padahal, di Arab. Cuacanya tidak kalah panasnya, bahkan lebih panas
dibandingkan Negara ini. Tetapi toh, tidak menyurutkan para wanita yang berada di
Arab untuk berjilbab.
Panas tetap menyertaiku dalam sebuah mobil angkot yang sangat pengap. Tak
jarang, bau keringat pun menyengat. Entah itu bau keringat siapa. Supir angkot,
kenek, atau bahkan penumpang lain. Yang penting aku tidak merasa tubuhku berbau.
Meskipun aku berjilbab. Aku tidak ingin tubuhku berbau badan yang tidak enak.
Tetapi tetap aku juga tidak mau tubuhku harum ditempat yang tidak semestinya. Aku
tidak mau dianggap sebagai wanita murahan dalam agamaku. Apalagi dituduh sebagai
wanita nakal karena memakai wewangian bukan pada tempatnya.
Angkot tetap melaju pada setiap detik hawa panas yang menyengat aspal.
Memang berat hari ini. Tetapi aku harus tetap datang dipertemuan. Beberapa kali aku
diundang, tetapi aku sering ada acara lain. Maka ini saatnya aku harus menyempatkan
untuk datang di teman-teman LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Hembusan angin
yang keluar dari jendela angkot. Membuatku sedikit merasa nyaman.
Hem, sampai juga akhirnya! Ucapku dalam hati.
Aku turun dari angkot. Dan berjalan menuju masjid kampus. Pusat para kaderkader
dakwah kampus yang akan berkumpul. Terlihat sudah banyak akhwat dan
ikhwan yang berkumpul.
“Assalamualaikum!” Salamku.

“Walaikumsalam! Masuk Ukh.” Sambut Ukhti Erni dengan senyum. “Alhamdulillah
anti datang juga!” ucapnya lanjut.
Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. “gimana, sudah dimulai?”
Tanyaku basa-basi.
“Iya, baru saja dimulai!”
Setelah itu kami menyimak pemapaparan yang diberikan oleh Akhi Samsul, ketua
LDK. Memang, akhir-akhir ini aku tidak terlelalu aktif dalam kepengurusan LDK.
Karena banyaknya amanah diluar membutuhkan waktu yang sangat besar. Dan tak
lupa juga, skripsiku yang menggantung karena banyaknya kegiatan. Akhirnya aku
memutuskan untuk memfokuskan beberapa hal yang aku anggap penting. Seperti,
skripsiku, dan juga amanah diluar.
Hijab yang menutupi saat syuro’. Tidak menurunkan kualitas para ikhwan dan
akhwat untuk bisa memberikan kontribusinya dalam dakwah. Mereka sangat
semangat dengan cara-cara seperti ini. Bahkan memberikan ruang tersendiri bagi para
akhwat. Atau bisa juga disebut. Ruang privacynya para akhwat. Jadi benar-benar
sangat menyenangkan. Karena dengan begitu, kami tidak terlihat bercampur baur
dengan para ikhwan. Sehingga dengan bebas mengutarakan pendapat, tanpa harus
malu dilihat para ikhwan.
“Setiap dari kita, harus bisa memberikan kontribusi yang jelas terhadap dakwah kita!
Maksudnya adalah, setiap anggota harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada
para mahasiswa-mahasiswa. Jadi agar kita tidak terlalu dibilang eksklusif oleh
mereka. Terkadang julukan itu, membuat gerakan dakwah kita menjadi terhambat.
Maka dari itu, ana harap. Setiap kader LDK, dapat bersosialisasi dengan mereka.
Minimal menjelaskan beberapa hal tentang kegiatan LDK. Dan, maksimal kita dapat
mengajak mereka untuk dapat ikut serta berdakwah!” Ucap Samsul dengan panjang
lebar. “Baik, ada yang perlu ditanyakan?” Lanjutnya.
“Begini, Akh. Ana mempunyai beberapa trik-trik untuk membuat statement kepada
mahasiswa yang merasakan keeksklusifan kita! Seperti halnya, menyebarkan bulletin
kepada mahasiswa-mahasiswa dengan tema yang diangkat. Adalah program-program
LDK. Jadi kita tidak usah repot-repot untuk mendatangi mereka!” Ucap, Rofiq.
“Hem, boleh juga! Ada masukan lain, mungkin? Dari para Akhwat!” Ucap Samsul.
“Assalamualaikum!” Ucapku. Yang akhirnya disambut dengan jawaban salam para
peserta syuro’. “Kalau menurut ana, lebih baik memberikan pendekatan kepada
mereka. Dengan cara ikut bergabung dengan mereka, tentunya jika tidak menyimpang
dari syari’at. Tetap! Karena pada dasarnya, mahasiswa-mahasiswa yang menganggap
kita eksklusif, karena kita sangat jarang sekali berkumpul dengan mereka. Sehingga
statement seperti itu muncul dipermukaan, karena perilaku kita sendiri. Ana memang
merasakan benar, bahwa banyak ikhwan atau pun akhwat. Yang merasa lebih enjoy
bergabung dengan halaqoh mereka, dari pada dengan mahasiswa yang bukan dari
halaqoh mereka. Ini merupakan bentuk ketimpangan yang mendasar. Yang akhirnya
menjadikan para mahasiswa merasa bahwa para kader LDK. Mempunyai kehidupan
sendiri. Atau dalam kata lain, mengasingkan dari kehidupan mahasiswa.” Aku sedikit Seharusnya, kita malah harus punya objek dakwah yang jelas. Atau dalam kata lain.
Bahwa kita tidak mengesampingkan objek dakwah lain, meskipun kita sudah
mempunyai objek dakwah! Seperti halnya, jika kita berada dilingkup kampus. Maka
objek dakwah yang fital, adalah para mahasiswa-mahasiswa yang belum tersentuh
oleh dakwah. Ini merupakan sebuah tantangan besar bagi kader dakwah kampus! Jadi
kader dakwah kampus, tidak hanya diluar saja mereka bisa berdakwah. Seperti
mengajar ngaji didesa-desa kumuh, bakti social, dll. Tidak hanya seperti itu. Tetapi
seharusnya kita harus membenahi juga rumah kita sendiri, dalam artian kampus kita
ini. Karena, antum dan anti lihat saja sendiri. Bagaimana kondisi akhlak dan akhidah
kampus kita. Jadi ini merupakan sebuah ladang dakwah bagi kita juga!”
Sejenak, peserta kami pun terdiam.
“Wah, Ukhti! Jarang ikut syuro’ tapi selalu dapat memberikan penjelasan yang bagus”
Bisik ukhti Erni.
Aku hanya tersenyum, sambil berkata. “Ini sanjungan apa sindiran! Kalau sanjungan,
biasanya Ali Bin Abi Tholib itu membalasnya dengan melemparkan sandalnya. Nah
kalau ini sindiran, mending nggak usah disindir gitu! Ana datang aja sudah merasa
kesindir.” Bisikku ke ukhti Erni.
“Hhihihi…!” Ukthi Erni sambil memegang kepalanya, takut dilempar sandal.
“Hem iya, bisa juga seperti itu! Syukron Ukhti atas sarannya. Ana rasa, saran anti
boleh juga!” Ucap Samsul.
Syuro’ diakhiri dengan beberapa pernyataan untuk dapat memberikan kesan
yang lebih baik kepada para mahasiswa. Tidak terlalu terlihat mengasingkan diri dari
kehidupan mahasiswa lainnya. Mau ikut bergabung dengan kegiatan-kegiatan
mahasiswa lainnya selama tidak keluar dari izzah para kader dakwah kampus. Dan
beberapa hal keputusan yang lainnya. Intinya, kader dakwah kampus harus mampu
dapat memberikan kontribusi yang jelas baik dan menjadikan mahasiswa lebih senang
bergaul dengan aktivis dakwah kampus ketimbang aktivis yang tidak jelas
akhidahnya.
***